Saturday, March 2, 2013

Nothing Comes Instant

Saya terus menerus berbicara mengenai “tidak ada yang instan” selama beberapa minggu belakangan, bagaimana tidak, setiap kali ketemu dengan orang entah dari berbagai macam latar belakang, selalu saja ada yang menanyakan bagaimana cara tercepat menjadi : 1. Kaya, main saham, forex, option, reksa dana (bisa kaya ya pake mutual funds?), 2. Pintar, 3. Ahli dalam melakukan sesuatu, foto, menulis, diskusi dsb. 4. Menjadi lebih baik bagi diri sendiri.

Dan walaupun saya menceritakan bagaimana prosesnya, tetapi reaksi yang biasa saya dapatkan adalah bahwa sepertinya jawaban yang saya berikan biasanya tidak memuaskan atau tampak kebingungan, awalnya saya pikir mungkin saya yang salah dalam memberikan penjelasan atau kurang jelas atau mungkin kurang lengkap dan lain sebagainya. Tetapi setelah saya perhatikan dan renungkan kembali, jawaban yang diberikan tidak memberikan kepuasan bagi kebanyakan dari mereka karena ekspektasi mereka.

Beberapa ada yang email pribadi saya menanyakan beberapa pertanyaan mengenai bermain forex, kemudian karena sifatnya email tentunya saya bisa memberikan penjelasan yang cukup panjang dan kemudian menanyakan latar belakang, motivasi nya untuk mau terjun ke forex, lalu memberikan beberapa referensi buku yang dibutuhkan untuk membantu mengembangkan kapasitas wawasannya sebelum terjun langsung ke forex. Setelah beberapa balasan email, saya tidak mendengar kabarnya lagi.

Kemudian ada juga yang menanyakan saya ketika saya sedang pindah kantor dadakan, akibat mati listrik, kebetulan saya ngantuk jadinya sekalian minum kopi sambil mengerjakan pekerjaan saya. Secara tidak sengaja dia melihat apa yang saya kerjakan kemudian lalu melihat saya iseng-iseng sambil melihat chart saham, lalu akhirnya ya terjadilah pembicaraan dan diskusi panjang mengenai saham.

Ada yang menanyakan mutual fund mana yang dapat memberikan return jauh lebih besar dari saham, forex dan sebagainya. Ini ga perlu dibahas ya, saya rasa orang keuangan pasti bisa jawab ini. Untuk kasus ini saya malah tidak panjang lebar menjawabnya, jawaban saya Cuma “relatif” itu saja titik dan melanjutkan lagi perjalanan saya.

Juga ada yang selalu menawari saya seminar-seminar terus menerus, saya sampai takut setiap kali mendengar seminar, bukan orangnya / pembicaranya. Jadi apa dunk? Harga seminarnya kelewat murah, only 50 – 75 ribu, di hotel, tempat terbatas, pikiran bawah sadar saya sudah curiga, too good to be true. Kenapa? Ga masuk akal pastinya, sewa ruangan sudah berapa? Apa audiens tidak diberikan minum atau snack? Coba aja buat hitung2annya, pasti ga masuk, biaya tiket pembicara, staff, hotel. Kemudian pembicaranya tidak dibayar? Waktu dulu saya sih masih belum paham, jadinya saya ikut dan apa yang terjadi? Seperti yang sudah diduga, datang cuma menyaksikan bahwa ternyata ada seminar workshop lanjutan lainnya lagi yang harganya tentunya tidak murah lagi, 10 x lipat dari harga semula. Jadi biasanya itu hanya strategi marketing saja untuk supaya kita mau ikut workshopnya yang biasa diselenggarakan 2-5 hari. Belum lagi tulisan / judul yang begitu menggoda.
Funny stories tentang ini adalah saya termasuk yang terkena workshop pengembangan diri, saham dan fotografi juga, tetapi ini nanti saya masukkin kedalam my story di bagian lain ya.. setelah artikel ini.

Foto juga demikian, saya suka foto (bukan hobi ya, hanya suka saja) dan saya ga begitu jago soal teori kamera, tetapi at least kita setidaknya tahu sedikit basic mengenai kamera yang akan kita pegang, mulai dari shutter speed, diafragma, ISO nya, dan basic lainnya. jadi saya sedikit kaget waktu mendengar cerita bahwa ada yang beli kamera cukup mahal beberapa waktu yang lalu kemudian hanya dibuat foto seadanya dan settingannya “Auto”. Ada juga yang malah ikut seminar-seminar dan workshop fotografi dan langsung berharap bisa sekelas dari yang menyelenggarakan workshop itu. Dari beberapa seminar dan workshop yang pernah saya ikut, intinya saya rangkum “practice, practice, practice”.

So bottom line is, nothing comes instant, mie instan pun perlu waktu untuk menjadi instan. jadi maksud kamu, kita tidak perlu pergi seminar, workshop? Bukan, seminar dan workshop sangat membantu kalau konten yang di dapatkan benar adanya. Selain itu juga dapat membantu membuka wawasan, sekarang masalah instan atau tidak ini kembali kepada individu yang bersangkutan.

Kadang akan ada yang langsung berubah pada waktu workshop, atau bahkan kadang beberapa waktu setelah itu. Tetapi ada juga yang tidak berubah bahkan malah ada yang bilang “kok tidak ada yang berubah” dan lain sebagainya. Well itu kembali lagi ke individu-individunya apakah ekspektasi mereka sesuai tidak dengan yang dibawakan di workshop. Ataukah workshop tersebut sebenarnya benar-benar menjual sesuai dengan janjinya. Apapun itu, intinya adalah tidak ada yang instan, seperti yang saya selalu katakan mie instan pun butuh waktu untuk jadi instan.

Hanya diri sendiri yang bisa memantau dan menilai diri sendiri. Bagaimana caranya? Tanyakan pada diri anda sendiri apa yang anda harapkan ketika mengharapkan sesuatu? Dan wajarkah ketika anda berpikir seperti itu, coba lihat dari berbagai sudut pandang.

Semoga bermanfaat.

No comments: