Dan
walaupun saya menceritakan bagaimana prosesnya, tetapi reaksi yang biasa saya
dapatkan adalah bahwa sepertinya jawaban yang saya berikan biasanya tidak
memuaskan atau tampak kebingungan, awalnya saya pikir mungkin saya yang salah
dalam memberikan penjelasan atau kurang jelas atau mungkin kurang lengkap dan
lain sebagainya. Tetapi setelah saya perhatikan dan renungkan kembali, jawaban
yang diberikan tidak memberikan kepuasan bagi kebanyakan dari mereka karena
ekspektasi mereka.
Beberapa
ada yang email pribadi saya menanyakan beberapa pertanyaan mengenai bermain
forex, kemudian karena sifatnya email tentunya saya bisa memberikan penjelasan
yang cukup panjang dan kemudian menanyakan latar belakang, motivasi nya untuk
mau terjun ke forex, lalu memberikan beberapa referensi buku yang dibutuhkan
untuk membantu mengembangkan kapasitas wawasannya sebelum terjun langsung ke
forex. Setelah beberapa balasan email, saya tidak mendengar kabarnya lagi.
Kemudian
ada juga yang menanyakan saya ketika saya sedang pindah kantor dadakan, akibat
mati listrik, kebetulan saya ngantuk jadinya sekalian minum kopi sambil
mengerjakan pekerjaan saya. Secara tidak sengaja dia melihat apa yang saya
kerjakan kemudian lalu melihat saya iseng-iseng sambil melihat chart saham,
lalu akhirnya ya terjadilah pembicaraan dan diskusi panjang mengenai saham.
Ada yang menanyakan
mutual fund mana yang dapat memberikan return jauh lebih besar dari saham,
forex dan sebagainya. Ini ga perlu dibahas ya, saya rasa orang keuangan pasti
bisa jawab ini. Untuk kasus ini saya malah tidak panjang lebar menjawabnya,
jawaban saya Cuma “relatif” itu saja titik dan melanjutkan lagi perjalanan
saya.
Juga ada
yang selalu menawari saya seminar-seminar terus menerus, saya sampai takut
setiap kali mendengar seminar, bukan orangnya / pembicaranya. Jadi apa dunk?
Harga seminarnya kelewat murah, only 50 – 75 ribu, di hotel, tempat terbatas, pikiran
bawah sadar saya sudah curiga, too good to be true. Kenapa? Ga masuk akal
pastinya, sewa ruangan sudah berapa? Apa audiens tidak diberikan minum atau
snack? Coba aja buat hitung2annya, pasti ga masuk, biaya tiket pembicara,
staff, hotel. Kemudian pembicaranya tidak dibayar? Waktu dulu saya sih masih
belum paham, jadinya saya ikut dan apa yang terjadi? Seperti yang sudah diduga,
datang cuma menyaksikan bahwa ternyata ada seminar workshop lanjutan lainnya lagi yang
harganya tentunya tidak murah lagi, 10 x lipat dari harga semula. Jadi biasanya
itu hanya strategi marketing saja untuk supaya kita mau ikut workshopnya yang
biasa diselenggarakan 2-5 hari. Belum lagi tulisan / judul yang begitu menggoda.
Funny
stories tentang ini adalah saya termasuk yang terkena workshop pengembangan
diri, saham dan fotografi juga, tetapi ini nanti saya masukkin kedalam my story
di bagian lain ya.. setelah artikel ini.
Foto juga
demikian, saya suka foto (bukan hobi ya, hanya suka saja) dan saya ga begitu jago
soal teori kamera, tetapi at least kita setidaknya tahu sedikit basic mengenai
kamera yang akan kita pegang, mulai dari shutter speed, diafragma, ISO nya, dan
basic lainnya. jadi saya sedikit kaget waktu mendengar cerita bahwa ada yang
beli kamera cukup mahal beberapa waktu yang lalu kemudian hanya dibuat foto
seadanya dan settingannya “Auto”. Ada juga yang malah ikut seminar-seminar dan
workshop fotografi dan langsung berharap bisa sekelas dari yang
menyelenggarakan workshop itu. Dari beberapa seminar dan workshop yang pernah
saya ikut, intinya saya rangkum “practice, practice, practice”.
So bottom
line is, nothing comes instant, mie instan pun perlu waktu untuk menjadi
instan. jadi maksud kamu, kita tidak perlu pergi seminar, workshop? Bukan,
seminar dan workshop sangat membantu kalau konten yang di dapatkan benar
adanya. Selain itu juga dapat membantu membuka wawasan, sekarang masalah instan
atau tidak ini kembali kepada individu yang bersangkutan.
Kadang akan
ada yang langsung berubah pada waktu workshop, atau bahkan kadang beberapa
waktu setelah itu. Tetapi ada juga yang tidak berubah bahkan malah ada yang
bilang “kok tidak ada yang berubah” dan lain sebagainya. Well itu kembali lagi
ke individu-individunya apakah ekspektasi mereka sesuai tidak dengan yang
dibawakan di workshop. Ataukah workshop tersebut sebenarnya benar-benar menjual
sesuai dengan janjinya. Apapun itu, intinya adalah tidak ada yang instan,
seperti yang saya selalu katakan mie instan pun butuh waktu untuk jadi instan.
Hanya diri
sendiri yang bisa memantau dan menilai diri sendiri. Bagaimana caranya? Tanyakan
pada diri anda sendiri apa yang anda harapkan ketika mengharapkan sesuatu? Dan wajarkah
ketika anda berpikir seperti itu, coba lihat dari berbagai sudut pandang.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment