Saturday, October 31, 2009

SALJU DI MUSIM PANAS (4) - Oleh : U Jotika Sayadaw

Memahami sifat-sifat dari batin, yakini sifat-sifat dari lobha (keserakahan), dosa (kebencian), moha (kegelapan batin), mana (pembandingan), issa (iri hati), macchariya (pelit), kukkucca (penyesalan/kekhawatiran), dsb; dan juga memahami sati, samadhi (konsentrasi), panna (kebijaksanaan), metta (cinta kasih), karuna (kasih sayang) dsb, adalah jauh lebih penting daripada mencapai sejumlah pencerahan atau terbebas dari kilesa (kotoran batin). PEMAHAMAN DATANG DULUAN, PENANGGULANGAN TERJADI (MENYUSUL) SECARA ALAMIAH,BELAKANGAN. Harap sudilah mengamati apa saja yang terjadi di saat sekarang. Pertama-tama amatilah sifat-sifatnya.

Kalau Anda merasa gundah karena adanya lobha, atau dosa, atau.... Anda takkan melihatnya secara jernih karena Anda menjadi kalut, Anda memiliki dosa (ketidaksukaan). Tilik juga itu. Hanya ketika Anda bersedia menilik batin Anda tanpa merasa bersalah, tanpa keinginan untuk bertindak terhadapnya, Anda baru bakal mampu untuk melihatnya jelas. Lalu ia akan kehilangan daya atas Anda sebab sudah ditelanjangi menjadi transparan.

Janganlah menyalahkan keserakahan, keangkuhan, kemarahan dsb. Anda dapat belajar banyak dari mereka. Anda takkan tumbuh menjadi dewasa kecuali Anda dapat memahami mereka dengan baik. Hanya jika Anda dapat melihat mereka dengan batin yang jernih barulah Anda dapat memahami sifat mereka yang sesungguhnya, terutama ketiada intian (anatta) mereka.

Langkah pertama dan terpenting dalam meditasi adalah tidak mengidentifikasi diri atau menyatudirikan dengan fenomena batin (nama) dan jasmani (rupa). Itu bukanlah menanggulangi sesuatu melainkan mengatasi penyatudirian dengan proses nama-rupa. Mengapa orang-orang menjadi gundah ? Karena mereka menyatudirikan dengan nama-rupa. Jadi, bila ada keserakahan, nafsu, kemelekatan atau frustasi, kemarahan, keangkuhan, dsb, yang terpenting adalah memandang mereka sebagai fenomena alamiah tanpa menganggap sebagai sesuatu yang berhubungan dengan diri. Janganlah berusaha menanggulangi mereka.

Menjadi gundah merupakan sebuah wujud lain dari pengukuhan keakuan. Apakah ada seseorang (atta) yang menjadi gundah? Menjadi gundah hanyalah fenomena alamiah yang lain. Menjadi gundah merupakan penggelembungan keakuan. Jika batin tidak menjadi gundah, jika tidak terjadi penyatudirian dalam batin yang mengamati, yang berarti ada keseimbangan batin, batin akan mampu mengamati keserakahan dsb dengan penuh minat, tenang dan jernih, dan melihatnya sebagaimana adanya..... Suatu fenomena alamiah yang melesat cepat, tanpa subtansi, tanpa pribadi. Penyatudirian membuat semua kotoran batin menjadi lebih kuat. Tanpa penyatudirian mereka tidak begitu kuat. Seorang Sotapana masih memiliki keserakahan, kemarahan, dsb, tetapi tiada penyatudirian dengan nama-rupa, hanya Anagami dan Arahat yang terbebas dari keserakahan dan kemarahan. tetapi hanya seorang arahat yang bebas dari mana.

Kalau Anda merasa gundah karena Anda menikmati musik, Anda terlalu menuntut. Anda mengaharapkan terlalu banyak dari diri Anda. Tetapi bila Anda melihat batin yang menikmati itu dan mengamatinya dengan keseimbangan batin, hanya dengan demikianlah baru Anda melihat itu sebagaimana adanya. Kegundahan (yang merupakan dosa) adalah sahabat karib dari keserakahan dan keangkuhan. Karena Anda berpikir : SAYA SEORANG MEDITATOR oleh sebab itu tidak sepantasnyalah keserakahan atau keangkuhan muncul dalam batin saya, Anda menjadi gundah. Apabila ada keserakahan atau kenikmatan dalam bentuk apapun, berkatalah : sebentar ya, biar saya mencermati Anda. Mereka itu betul-betul menakjubkan. Keserakahan adalah tukang sulap jempolan. Pelajarilah (lihatlah) cara dia membangkitkan perasaan senang. Batin telah dikelabui keserakahan sedemikian rupa sehingga kita tidak melihatnya sebagai seorang penyulap, tetapi memandangnya sebagai aku.

Batin banyak akalnya. Ia menginginkan perubahan, sesuatu yang berbeda. Ia mendambakan hiburan, rangsangan. Kejemuan merupakan sebuah problem besar. Inilah yang dilakukan kebanyakan orang, mengejar rangsangan dari satu ke yang lainnya.

Kalau tidak waspada kita dapat menjadi sangat mudah membenarkan diri karena kita adalah meditator, atau praktisi Buddhis, atau kita mengetahui Dhamma; kita mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk... ya MANA lagi. Saat MANA ada dalam batin Anda, sudilah meniliknya secara jelas. Jangalah berusaha untuk mengenyahkannya. Melihatnya secara jelas penting sekali. Selebihnya akan terjadi sendiri. Hanya seorang Aarahat barulah bebas murni dari mana.

Janganlah berlatih kerendahan hati, itu akan menjadi kerendahan hati yang dipaksakan . Cukup dengan menegakakan sati terhadap mana (keangkuhan). Kalau Anda dapat melihat batin Anda secara jelas, Anda akan menjadi rendah hati dengan sendirinya. Anda takkan merasa sedang berlatih kerendahan hati. Tak terasa kebanggaan diri Anda sudah berkurang.

Tanpa memahami akibat langsung dari keadaan batin kusala dan akusala takkan ada apresiasi yang nyata terhadap Dhamma. Penampakan lahiriah (formalitas) dari kesalehan dalam praktik keagamaan macam apa pun takkan pernah memberikan hasil yang mendalam dan berlangsung lama. Memahami reaksi batin terhadap setiap objek yang dialami keenam indera sangatlah penting, terutama pengaruh pandangan-pandangan dan kemelekatan terhadap mereka.

Sudah pahamkah Anda terhadap keadaan batin kusala dan akusala ? Saya (Sayadaw) pikir inilah yang paling dasar dalam praktik Dhamma. Saya tidak mau menggunakan kata-kata "baik" dan "buruk" dalam kaitan dengan kusala dan akusala. Maksud saya memahami mereka bukanlah melalui baca buku atau perenungan. Maksud saya adalah dengan segera benar-benar menemukan mereka. Melihat perbedaan kualitas batin ketika berada dalam kondisi kusala atau akusala.

Kadangkala ketika dapat melihatnya dengan jelas saya menjadi insaf bahwa sungguh tak pantas batin digayuti suasana akusala, tak peduli apa pun situasinya. Pasti ada cara yang sesuai (tanpa membuat batin digayuti suasana akusala) untuk menghadapi suatu situasi yang berat. Inilah kebijaksanaan. Mampu hidup dalam situsasi apa pun tanpa membuat batin digayuti suasana akusala. Untuk mendapatkan kebijaksanaan itu, pertama-tama kita harus secara jernih menegakkan sati terhadap reaksi batin dalam segla situasi, pada apa saja yangkita lihat, kita dengar dsb.

Penting sekali untuk melihat apa pun yang terjadi dalam batin tanpa berkeinginan mengubahnya, apakah itu akusala, tak menyenangkan, tak elok, tak dikehendaki, misalnya kemarahan, nafsu, kesangsian, keangkuhan; dan juga melihat apa pun yang menyenangkan muncul dalam batin tanpa berkeinginan untuk mengenggamnya, tanpa berusaha untuk membuatnya berlangsung lebih lama (ketenangan, kedamaian, kegiuran, kejernihan batin, dsb).

Saat batin ingin mengendalikan situasi (melawan, menghambat atau menahan apa saja yang muncul, atau menciptakan, memunculkan atau membuatnya berlangsung lebih lama) maka ia kehilangan keseimbangannya.

Melawan adalah kebencian. Menggengam adalah kemelekatan.

Namun tidak melawan bukan berarti mendorong, dan tidak menggengam pun berarti menghambat. Hanya mengamati saja, itulah sati, mengamati tanpa terlibat.

Kita begitu terbiasa melakukan sesuatu, membuat sesuatu, sehingga kita tidak tahu bagaiman hanya sekedar mengamati saja. Kita ingin mengendalikan. Kita ingin melibatkan diri. Oleh karena itu kita terbelit kesukaran. Maksud saya bukanlah : "Janganlah sampai terlibat, janganlah mengendalikan" sebab dengan demikian Anda lalu akan berusaha untuk tidak samapai terlbiat tidak mengendalikan, dima lagi-lagi merupakan suatu usaha pengendalian juga. Jadi, jika Anda berusaha mengendalikan, cukup menyadari itu saja.

Saya semakin dapat melihat bahwa tanpa sati hidup ini akan menjadi begitu dangkal. Sati memberikan kedalaman dan makna pada kehidupan.

Sungguh sulit memahami, orang mengatakan mereka ingin bahagia, tetapi mengapa mereka tidak tertarik untuk benar-benar menegakkan sati? Itu pasti karena mereka berpikir kebahagian dapat ditemukan di tempat lain, seperti kesenangan inderawi, misalnya mendapatkan apa yang Anda inginkan, menjadi orang tertentu, memegang kendali atas sejumlah kedudukan penting, mendapatkan sejumlah perasaan-perasaan senang.

Orang (Anda dan saya) menginginkan rangasangan, sesuatu yang mengairahkan. (Bagi saya, secara intelektual) Kadangkala kita ingin beristirahat; kita sudah merasa capai terhadap hal-hal yang merangsang.Lalu kita ingin berlatih mengembangakan sati, mentrentamkan batin. Kadangkala saya benar-benar capai, sama sekali tidak berminat membaca, berbicara, berpikir, membuat rencana. Lalu batin saya menjauhi hal-hal demikian. Saya dapat melihat betapa tiada berartinya semua itu, benar-benar tidak perlu. Pada saat demikian, sungguh mudah mengembangkan sati. Oleh karena itu saya berharap saya dapat kecapaian sepanjang waktu, jadi tidak apa-apa menjadi kecapaian.

Bersambung...............

No comments: