Wednesday, October 21, 2009

*Terperangkap Konsep *

Seorang saudagar yang tiba di rumahnya, mendapatkan rumahnya telah dirampok dan dibakar oleh para perampok. Di pekarangan rumahnya, ia menemukan sesosok tubuh kecil yang terbakar hangus dan berpikir bahwa tubuh tsb adalah anak laki-lakinya. Ia tidak mengetahui bahwa anak laki-lakinya masih hidup. Ia juga tidak mengetahui bahwa setelah para perampok membakar habis rumahnya, mereka membawa anak tsb. Dalam kebingungannya, saudagar itu yakin bahwa tubuh yang dilihatnya adalah tubuh anaknya, sehingga ia menangis tersedu-sedu sambil memukul-mukul dada dan menarik rambutnya. Setelah itu ia melakukan upacara pembakaran mayat anaknya.

Orang ini sangat menyayangi anak laki-lakinya. Anak tsb merupakan motivator bagi dirinya. Ia sangat merindukan anaknya sehingga ia tidak bisa meninggalkan abu pembakaran mayat anaknya sekejabpun. Lalu dibuatlah sebuah tas beludru untuk meletakkan abunya. Tas tsb dibawa siang dan malam, bahkan bila sedang bekerja ataupun istirahat, tas tsb tidak pernah berpisah dengan dirinya. Suatu malam anak laki-lakinya berhasil melarikan diri dari para perampok. Anak tsb mendatangi rumah baru yang dibangun ayahnya. Pintu rumah tsb digedor anak itu dengan penuh semangat pada jam dua pagi. Ayahnya berteriak dalam kesedihan, sambil memegang tas berisi abu tsb.

"Siapa diluar?"

"Ini saya, anakmu!" anak tsb menjawab di balik pintu.

"Dasar anak nakal, kamu bukanlah anak saya. Anak saya telah meninggal tiga bulan yang lalu. Saya memiliki abunya bersama saya saat ini." Anak tsb terus menggedor pintu dan menangis. Ia meminta berulang-ulang agar diizinkan untuk masuk, tapi ayahnya tetap menolak. Saudagar ini berpegang teguh pada pendapat bahwa anaknya telah tiada dan anak nakal ini adalah orang yang tidak berperasaan yang datang ubtuk menyiksanya. Akhirnya, anak tsb pergi dan ayahnya kehilangan anaknya untuk selama-lamanya.

Buddha bersabda bahwa bila kita terperangkap akan suatu konsep dan menganggapnya sebagai "yang benar", maka kita akan kehilangan kesempatan untuk mengetahui yang sebenarnya. Bahkan jika yang sebenarnya itu muncul dan mengetuk pintu hati Anda, Anda pasti akan menolak untuk membuka diri Anda. Jadi bila Anda telah berpegang teguh pada suatu konsep tentang yang benar atau konsep tentang kondisi yang dibutuhkan untuk kebahagiaan Anda, berhati-hatilah. Latihan kewaspadaan yang pertama adalah kebebasan dari segala pandangan ;

*Waspada akan penderitaan yang diakibatkan oleh fanatisme dan pikiran picik, kita ditakdirkan untuk tidak mengidolakan sesuatu ataupun terikat akan suatu doktrin, teori ataupun ideologi, bahkan yang berkenaan dengan Buddhisme. Ajaran Buddha adalah alat petunjuk untuk membantu kita belajar mengamati secara mendalam dan mengembangkan pengertian dan belas kasih kita.
Mereka bukan doktrin yang harus diperdebatkan, saling membunuh ataupun mati untuknya.*

Ini adalah latihan untuk membantu kita bebas dari kecenderungan menjadi seorang yang fanatik. Dunia kita sangat menderita karena sikap fanatisme. Latihan kewaspadaan pertama ini penting untuk membantu kita menjadi orang yang bebas, bebas dari segala macam konsep dan pendapat. Jika kita terperangkap dengan konsep dan pendapat kita, kita akan membuat diri kita dan orang yang kita cintai menderita.

(dari 'Tiada Kematian Tiada Ketakutan' karya Maha Bhikkhu Thich Nhat Hanh
hal.14-16)

No comments: