Ajahn Brahm: “All is Well” by SUTAR SOEMITRO on Mar 23, 2012
from : www.buddhazine.com
Sebulan lalu, tepatnya tanggal 16 Februari 2012, ibunda Ajahn Brahm, Hazel Betts, meninggal dunia dalam usia 83 tahun di London, Inggris. Menurut Ajahn Brahm, ibunya menderita alzheimer selama 2 tahun. “Beliau bahkan tidak bisa mengenali saya. Saya tidak tahu kenapa, padahal saya kelihatannya berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Beliau juga tidak bisa mengenali saudara-saudara saya dan semua orang. Sehingga beliau terpaksa tinggal di rumah perawatan selama 2,5 tahun terakhir,” tutur Ajahn Brahm.
“Sejujurnya saya tidak merasa sedih ketika menerima email yang mengabarkan ibu saya meninggal,” aku Ajahn Brahm. Ia sudah bisa menduga ibunya pasti suatu saat akan meninggalkannya. Karenanya ia tidak merasa terkejut ketika mendengar kabar wafatnya ibunya melalui email.
Ajahn Brahm meyakini sebuah hal yang positif terjadi pada ibunya ketika meninggal. Sebagai seorang meditator, Ajahn Brahm tahu bahwa ketika seseorang akan meninggal, batin akan lepas dari otak sehingga kita bisa mengingat kembali siapa diri kita, semuanya akan kembali lagi. “Dan saya tahu itu akan terjadi pada ibu saya. Saya tahu ketika beliau akan meninggal, beliau tahu siapa dirinya. Beliau akan ingat telah banyak berbuat baik, ibu seorang bhikkhu yang baik. Itu akan memberinya begitu banyak kebahagiaan. Dengan begitu, batin beliau akan merasa bahagia dan damai,” ujarnya yakin.
“Bukanlah suatu kehidupan yang menyenangkan jika harus hidup dengan alzheimer ketika Anda tidak tahu siapa diri Anda dan dengan siapa,” ucap Ajahn Brahm, “Saya merasa beliau selama ini seperti dimasukkan ke dalam penjara, dan ketika meninggal, beliau seperti terbebas dari penjara. Jadi, saya tidak merasa sedih sama sekali. Saya justru merasa begitu bahagia dan damai karena orang yang begitu baik selama hidupnya akhirnya bisa bebas dan pergi ke kehidupan berikutnya.”
“Jadi, walaupun seseorang akan meninggal dunia, itu adalah sesuatu yang baik jika selama hidup Anda menjalaninya dengan baik,” jelas Ajahn Brahm di depan 5000 orang yang memadati plenary hall Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta. Ajahn Brahm ditemani oleh Handaka Vijjananda sebagai moderator dan Tasfan Santacitta sebagai penerjemah. Minggu, 18 Maret 2012 adalah talkshow kedua tur ceramah “Ajahn Brahm Tour d’Indonesia 2012” setelah sehari sebelumnya, 17 Maret 2012, dimulai dari Bali. Tur ceramah ini diselenggarakan oleh Ehipassiko Foundation, penerbit Buddhis yang banyak menerbitkan buku karya Ajahn Brahm.
Tema tur ceramah kali ini adalah “All is Well”. Tahun ini Ajahn Brahm mengunjungi 10 kota besar di seluruh Indonesia tanggal 17-28 Maret 2012. Well, mari kita lihat apa yang disampaikan Ajahn Brahm kali ini!
Hidup Tidak Pernah Pasti Seratus Persen
“Orang sering bertanya kepada saya, ‘Bagaimana Anda bisa bilang all is well (segalanya baik) kalau saya sakit? Bagaimana Anda bisa bilang all is well kalau saya tidak punya uang? Bagaimana Anda bisa bilang all is well kalau pacar saya meninggalkan saya?’” tutur Ajahn Brahm disambut gelak tawa hadirin. “Segalanya baik karena hidup tidak pernah pasti seratus persen. Jika hidup Anda selalu dapat 95 atau 100 persen, Anda selalu bahagia, maka Anda tidak pernah belajar apa pun. Kalau Anda mendapatkan 30 atau 40 persen, Anda akan menjadi begitu depresi, begitu murung. Karena segala sesuatu bisa saja salah dari waktu ke waktu, maka nilai 30 persen adalah bagus. Jadi, apapun yang terjadi, all is well. Sebab ketika Anda gagal saat itulah Anda bertumbuh.”
Ajahn Brahm kemudian memberi contoh, “Suatu saat ketika kita sakit, kita berpikir itu tidak baik. Tapi saya katakan sakit adalah hal yang baik. Ketika Anda sakit, Anda bisa istirahat. Jika Anda sakit, Anda membuka kesempatan kepada siapa pun untuk berbuat karma baik mengobati Anda. Jadi, bagi Anda para suami, jika sakit silahkan ambil cuti dan katakan pada istri Anda, ‘Ini saatnya kesempatan buat kamu untuk membuat karma baik’.” Hadirin kembali tertawa dibuatnya. Kepiawaian Ajahn Brahm dalam storytelling memang sangat mengagumkan, begitu hidup dan jenaka sehingga berkali-kali tawa menggema menyambut leluconnya.
“Jadi jika Anda sakit, segalanya baik, sebab Anda membuat orang lain berkesempatan membuat karma baik. Dan ketika Anda sakit, teman-teman Anda akan menjenguk Anda. Bukankah baik sekali jika teman-teman Anda menjenguk Anda?” Ajahn Brahm meyakinkan.
“Bahkan ketika Anda menjadi tua, tak ada yang salah dengan menjadi tua. Menjadi tua adalah sesuatu yang luar biasa!” seru Ajahn Brahm.
Beberapa waktu lalu Ajahn Brahm baru saja merayakan ulang tahun ke-60. Kebanyakan orang pada usia 60 tahun akan mulai berpikir untuk pensiun. Maka Ajahn Brahm pun bertanya kepada para muridnya, “Bolehkah saya pensiun?” Muridnya menjawab, “Tidak… Tidak…” Karena bagi seorang bhikkhu, makin tua justru dianggap makin suci. “Jadi saya baru memulai ‘karir’ saya. Pada umur 70 tahun, saya akan bekerja 2 kali lipat lebih keras. Dan pada umur 80 tahun, saya akan bekerja 3 kali lipat lebih keras,” ujar Ajahn Brahm tertawa. “Tapi saya menikmati usia saya. Saya selalu berpikir saya tidak semuda dulu, tapi tidak setua apa yang akan saya alami. Jadi lebih baik saya menikmatinya hari ini.”
“Jadi, dengan cara seperti itu Anda tidak perlu cemas terhadap apapun. Apapun yang akan terjadi dengan hidup kita, all is well. Walaupun banyak kesedihan dan kesulitan dalam hidup kita, itulah tantangannya. Di situlah kita bisa bertumbuh.”
Jangan Pernah Mengkhawatirkan Apa Pun
Ajahn Brahm mengajak kita sedikit merenung. Menurutnya, sebelum timbulnya kebahagiaan dan hal-hal yang indah, biasanya didahului dengan rasa sakit. Jadi, ketika kita mengalami banyak penderitaan dan kesakitan, semuanya akan baik-baik saja, karena itu adalah pertanda bagus sesuatu yang indah akan datang.
Bagaimana cara kita menikmati semua ini? “Pertama, jangan pernah mengkhawatirkan apa pun,” ujar Ajahn Brahm tegas.
Ajahn Brahm kemudian menceritakan pengalamannya ketika menjadi bhikkhu di Thailand. Karena tinggal di vihara hutan, banyak nyamuk yang menggigit. “Saya berpikir pasti salah satunya adalah nyamuk malaria. Padahal sebagai bhikkhu, kami tidak boleh membunuh nyamuk. Itulah masalah besarnya,” kali ini mimik Ajahn Brahm serius. Ajahn Brahm berseloroh, nyamuk-nyamuk di Thailand sepertinya telah berevolusi sehingga mereka tahu ketika melihat orang yang berjubah cokelat, mereka akan berpikir, “Inilah makan malam!” Nyamuk-nyamuk itu tidak tahu kapan ditepok ketika sedang menghisap darah. Karenanya mereka sangat bahagia jika ketemu dengan bhikkhu karena pasti tidak akan ditepok. Dan nyamuk-nyamuk itu makin girang jika bertemu dengan bhikkhu bule. “Sebab itulah pertama kalinya di Thailand timur laut para nyamuk itu merasakan ‘masakan Barat’,” seloroh Ajahn Brahm yang kembali disambut tawa publik JCC.
Pengalamannya ‘bergaul’ dengan nyamuk malaria ternyata memberinya sebuah pengetahuan baru, “Begitu banyak nyamuk di sana, dan jika Anda cemas, tubuh Anda akan tegang. Akhirnya saya menemukan sebuah fakta bahwa semakin kita cemas, semakin banyak karbondioksida keluar dari pori-pori tubuh kita sehingga makin banyak nyamuk yang datang. Semakin kita cemas, semakin kita digigit nyamuk.
Maka, Ajahn Brahm pun akhirnya memilih melepaskan kecemasannya dan berkata, “Oh nyamuk, pintu hatiku terbuka untukmu. Silahkan gigit saya, nikmatilah makan malammu…” Alhasil, Ajahn Brahm menjadi rileks sehingga menjadi tidak kasat mata bagi para nyamuk itu. “Inilah yang mengajari saya, kecemasan itu yang melukai saya, bukan malaria,” ia menyimpulkan.
Ajahn Brahm punya cerita lain tentang rasa cemas. Bulan Desember 2011 lalu ada seorang gadis 14 tahun mengeluh kepadanya, “Sungguh tidak adil! Saya baru berumur 14 tahun, tapi tahun 2012 mau kiamat. Sungguh tidak adil! Saya belum ngapa-ngapain.” Ajahn Brahm lalu berkata padanya, “Tahun ini bukan tahun 2012. Kita ini umat Buddha, jadi tahun ini adalah tahun 2555 Buddhist Era. Jadi, bagi umat Buddha, tahun ini tidak akan kiamat. Mungkin bagi umat lain kiamat. Haha.”
“Dan coba kau lihat angkanya, 2-5-5-5, itu adalah nomor hoki! Karena beberapa waktu lalu saya tinggal di Thailand, saya mengerti bahasa Thailand. Angka “5” dalam bahasa Thailand adalah “ha”. Jadi tahun ini berarti tahun “two-ha-ha-ha”. Tahun yang sangat kocak! Haha”
Simpan Hanya Kenangan yang Bahagia
Ajahn Brahm sangat beruntung bisa menjadi murid Ajahn Chah, seorang master meditasi tradisi hutan yang sangat terkenal di Thailand. Ajahn Chah sering mengangkat gelas dan berkata kepada para muridnya, “Apakah kalian bisa melihat retakan-retakan dalam gelas ini?” Ajahn Brahm kemudian benar-benar memelototinya dan segera berkata, “Saya tidak melihat ada retakan di gelas itu.” Bahkan Ajahn Brahm sempat berpikir, Ajahn Chah mungkin agak retak (baca: gila). Tapi Ajahn Brahm salah, Ajahn Chah sangat bijaksana dan tidak gila, “Retakan-retakan pada gelas sangat kecil sekali, sangat mikroskopis, tapi ada. Jika ada orang yang menjatuhkan gelas ini, retakan-retakan itu akan terbuka dan gelas ini akan pecah. Retakan-retakan itu adalah pertanda adanya anicca (ketidakkekalan). Karena kita tahu gelas itu memiliki retakan-retakan itulah, maka kita harus benar-benar hati-hati dalam menjaganya. Tapi jika gelas itu terbuat dari plastik, Anda mau banting atau tendang sekalipun tidak akan pecah, Anda malah tidak akan benar-benar memperhatikan dan menjaganya. Karena manusia memiliki retakan-retakan dan rapuh, maka suatu hari kita akan mati. Karena itulah kita harus peduli satu sama lain. Kalau kita tidak rapuh, kita tidak akan saling peduli satu sama lain. Karena adanya kesedihan dan air mata, kita menjadi memiliki welas asih. Itulah yang membuat hidup kita menjadi indah.”
“Tapi kadang-kadang kita tidak bisa bilang all is well dengan tulus karena masih saja cemas dengan hal-hal di masa lalu, bukan hanya di masa depan,” ujar Ajahn Brahm.
“Saya sudah mengunjungi banyak rumah dan mereka memajang foto-foto yang indah di dinding rumah mereka. Foto pernikahan, foto wisuda sarjana, foto liburan, tapi saya tidak pernah melihat siapa pun memasang foto ketika mereka sedang bercerai, atau foto anak sedang mengerjakan PR. Saya juga belum pernah melihat foto orang yang terjebak dalam kemacetan di Jakarta pada Senin pagi.”
Ajahn Brahm melanjutkan, “Anda hanya menyimpan foto-foto yang indah di rumah Anda, dan memang begitulah seharusnya. Tapi jangan lupa, kita punya album foto yang lain. Dan itu adalah album foto di dalam batin kita. Di sinilah kita menyimpan seluruh album foto kita. Foto saat suami sedang membohongi istrinya, foto saat istri mengomeli suaminya, foto saat seseorang menipu kita dalam bisnis. Itu semua bukan foto yang baik untuk disimpan dalam batin.”
“Zaman sekarang kita tidak lagi menyimpan foto dalam album foto, melainkan di dalam komputer. Jika ada foto yang kita tidak suka, pencet delete (hapus)! Begitulah yang seharusnya Anda lakukan terhadap foto-foto buruk dalam kenangan Anda, jika Anda tidak suka, hapus! Cukup simpan kenangan-kenangan yang bahagia. Ini akan membuat Anda termotivasi menjadi orang yang lebih bahagia, menjadi orang yang lebih sehat, menjadi orang yang lebih sukses. Itulah yang disebut melepas. Ketika Anda melepas rasa sakit di masa lalu, apa yang tersisa? All is well…”
So, mari kita ucapkan, “Untuk semua yang telah terjadi, terima kasih. Untuk semua yang akan terjadi, baiklah.”
Terima kasih untuk Antony Julyanto dan Julius Spencer atas foto-foto indahnya
No comments:
Post a Comment