Wednesday, April 4, 2012

Godaan Besar - Money, Sex, War & Karma

Source: http://dharmajala.org/davidloy2/?cat=7

Mengapa seseorang yang waras (mampu berpikir dengan benar) ingin menjadi terkenal – maksud saya benar-benar terkenal? Tentu saja saya tahu ketenaran kerap dapat ditukar dengan hal-hal lain yang kita dambakan: uang, daya tarik seksual, kekuasaan. Tapi apa nikmatnya dari menjadi demikian terkenal jika anda tidak bisa jalan di trotoar tanpa resiko diserang?

 Awalnya anda mungkin menikmati perhatian tersebut, tapi kebutuhan untuk melindungi diri cepat atau lambat akan membuatnya menjadi beban dan kadang, bahaya. Orang-orang tenar tidak dapat menghindar dari terperangkap ke dalam fantasi kita tentang siapa mereka (dan kita). Ketenaran adalah perkembangan baru, yang membutuhkan media modern seperti koran, majalah, & TV. Dalam beberapa abad ini, jumlah orang-orang tenar meningkat drastis karena kehidupan sehari-hari sudah begitu didominasi media. Waktu yang kita habiskan di media elektronik, yang sekarang berfungsi sebagai sistem saraf kolektif kita, terus meningkat.

Apa arti keterpukauan terhadap selibritas bagi kita-kita yang tidak terkenal ini? Bagaimana hal tersebut mempengaruhi citra diri kita? Kita tidak akan paham daya tarik ketenaran hingga kita menyadari apa tidak menariknya ketidaktenaran. Media sekarang menentukan apa yang nyata & apa yang tidak nyata, menjadi anonim (tanpa nama) adalah sama dengan menjadi bukan siapa2. Tidak dikenal membuat kita merasa seperti ga ada, karena rasa kurang akan diri kita terus dikontraskan dengan orang-orang “nyata” yang gambarnya mendominasi layar & yang namanya terus muncul di koran & majalah. Apa yang membuat orang yang di layar tersebut menjadi lebih “nyata” bagi kita, jika bukan karena kita semua melihat ke dia? Apabila ketenaran yang digunakan untuk menegaskan diri tersebut adalah sebuah cara untuk menjadi lebih “nyata”, maka satu cara untuk menjadi “nyata” adalah dengan menjadi benar2 jahat. (“Berapa kali saya harus membunuh sebelum nama saya masuk koran atau dapat perhatian nasional?”, tulis seorang pembunuh berantai pada polisi Wichita.)

Orang zaman abad pertengahan berteknologi rendah punya masalah mereka sendiri, tapi ketenaran bukanlah salah satunya. karena ketenaran begitu langka & bukan kemungkinan bagi siapapun kecuali beberapa penguasa, jadi ke-anonim-an bukanlah kutukan bagi mereka, tidak seperti halnya bagi kita. Ketenaran bukanlah solusi untuk rasa kurang mereka.

Masalah mendasar bahwa ia adalah sebuah konstruk (bentukan) mengartikan bahwa rasa tentang diri selalu tidak akan ada dasarnya & tidak aman. bahwa ia adalah sebuah produk pengkondisian psikologis dan sosial mengartikan bahwa ia berkembang seiring dengan perhatian orang lain.

Ironi dari budaya yang terobsesi dengan selebritas ini adalah apakah anda adalah orang yang terkenal ataupun yang sama sekali tidak, anda sama2 terperangkap jika ketenaran lebih penting bagi anda. Kita membedakan ketenaran & anonimitas karena kita menginginkan yang satu ketimbang yang lain, tapi kita tidak bisa mendapatkan yang satu tanpa yang lainnya karena mereka saling bergantungan. Ketika saya ingin tenar maka saya akan sama khawatirnya tentang tidak menjadi tenar.

Tidak ada bedanya apakah saya benar-benar terkenal atau tidak. Di kasus manapun, saya terperangkap dalam pemikiran dualistik yang sama. jika saya tidak tenar, saya khawatir akan tetap seperti itu. jika saya terkenal, saya juga khawatir akan selalu seperti itu –yaitu tentang kehilangan ketenaran saya. Ketika ketenaran menyimbolkan menjadi lebih nyata, maka kekecewaan menjadi tidak terelakan. tidak ada jumlah ketenaran yang akan pernah cukup untuk memuaskan jika yang kita cari darinya adalah sesuatu yang lain, yang tidak dapat disediakannya.

Jika anda menyadari bahwa ketenaran, tidak dapat membuat anda menjadi lebih nyata, anda dapat meloloskan diri dari perangkap berusaha menggunakannya untuk menjadi seseorg yang spesial. Contoh, lihatlah situasi H.H. Dalai Lama. Beliau adalah teladan dari bagaimana ketenaran, seperti halnya uang, bisa menjadi berharga ketika digunakan sebagai sarana. Beliau adalah seorang guru Dharma yang sangat bagus karena telah terbukti tidak terpengaruh secara pribadi oleh reputasinya sebagai guru Dharma nomor satu dalam agama Buddha.

Sumber: http://dharmajala.org/davidloy2/?cat=7

Diterjemahkan oleh Neir Kate dari buku “Money, Sex, War & Karma”, David R. Loy
Diedit oleh Jimmy Lominto

No comments: